Artikel Hari Pendidikan Nasional
Hari ini, menjadi hari
spesial bagi dunia pendidikan Indonesia, betapa tidak, tiap tahunnya
setiap tanggal 2 Mei kita memperingati hari pendidikan nasional. Seperti
biasa ungkapan, “selamat hari pendidikan nasional” banyak termuat di
jejaring sosial atau di media–media lainnya. Pada hari ini juga diadakan
upacara seremonial untuk memperingati hari pendidikan nasional di
sekolah-sekolah, perguruan tinggi maupun di kantor pemerintah.
Peringatan
Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) tanggal 2 Mei 2014, menjadikan
waktu yang tepat untuk merenungkan kembali berbagai persoalan pendidikan
di negeri tercinta ini. Peringatan Hardiknas tahun ini secara kebetulan
ketika bangsa Indonesia akan menghadapi hajatan besar dalam agenda
pendidikan nasional yaitu Ujian Nasional (UN) tingkat SMP/MTs/Sederajat
pada 5-8 Mei mendatang. Patut kembali menjadi renungan kita bersama
mengenai pelaksanaan UN yang berdekatan dengan peringatan Hardiknas
tahun ini.
Berbagai persoalan yang
menyangkut UN menjadi diskusi menarik di kalangan praktisi pendidikan,
akademisi, birokrat, dan bahkan para politikus. Memang Ujian Nasional
selalu dianggap menjadi semacam momok yang menakutkan bagi dunia
pendidikan di Indonesia, khususnya di kalangan peserta didik, kepala
sekolah dan guru.
Menghadapi ujian
nasional seperti ingin menghadapi perang. Berbagai persiapan yang kadang
di luar akal sehat pun dilakukan untuk menghadapi yang namanya Ujian
Nasional yang hanya beberapa hari itu. Kemudian hampir tiap tahunnya
ditemukan bocornya kunci jawaban UN. Tidak tau apakah itu kunci jawaban
asli atau palsu. Beredarnya kunci jawaban seperti itu setiap tahun dapat
menganggu konsentrasi siswa. Bagi peserta didik yang tidak siap,
misalnya, praktik kotor bernama kecurangan yang sangat merusak moral itu
adalah satu-satunya pilihan untuk menghindarkan perasaan malu dan aib
di mata teman-teman sekolah dan tetangganya, jika tidak lulus UN.
Kejujuran
yang ditanamkan selama proses pendidikan menjadi hilang, gara-gara
hanya ingin bisa lulus ujian. Kemudian masih ada lagi, kebanggaan semu
pemerintah (daerah) ketika mengumumkan daerahnya berhasil meluluskan
sampai 100 % siswa yang mengikuti ujian nasional. Itulah kebanggaan semu
yang sebetulnya- mungkin- diperoleh dengan cara membiarkan terjadinya
kecurangan saat ujian karena target kelulusan menjadi ukuran
keberhasilan pendidikan. Di situlah praktik demoralisasi pendidikan
terjadi. Jadi, UN selalu memunculkan sebuah penistaan bagi pendidikan di
Indonesia. Kalau sudah seperti ini, masih pantaskah Ujian Nasional ini
dipertahankan ?
Selain masalah
pelaksanaan UN yang sampai saat ini masih menjadi perbedatan. Dunia
pendidikan Indonesia juga di warnai dengan adanya berderet kasus asusila
akhir-akhir ini yang terjadi di lembaga pendidikan, pencabulan,
pelecehan seksual. Kasus foto dan video porno yang diperankan remaja
yang masih duduk di bangku sekolah maupun yang sudah di perguruan tinggi
sering menjadi berita yang terjadi di negeri ini. Kekerasan yang
terjadi di lembaga pendidikan pun masih menjadi potret hitam di dunia
pendidikan kita saat ini. Mengapa bisa sedemikian parah wajah pendidikan
di Indonesia?
Karena sistem
pendidikan yang ada sekarang ini masih mengedepankan kecerdasan otak
(intelektual). Sementara kecerdasan emosional dan kecerdasan spritual
berada di urutan selanjutnya. Sebaiknya kita renungkan kembali ungkapan
bapak pendidikan nasional Ki Hajar Dewantara; Ing ngarso sung tulodo, di
depan memberi teladan. Ing madyo mangun karso, di tengah membangun
karya, Tut wuri handayani, di belakang memberi dorongan.
Meskipun
terlihat sederhana, namun kalimat ini memiliki makna yang mendalam
sebagai sebuah ungkapan bagi seorang pendidik atau seorang pemimpin baik
moral ataupun semangat bagi anak didiknya. Di dalam kalimat itu
terdapat semangat dan sifat yang seharusnya dimiliki oleh pendidik atau
pemimpin di negeri ini. Bagaimana ia dapat menjadi tauladan dan contoh
yang positif bagi pertumbuhan kualitas pendidikan kita. Oleh karena itu,
nama Ki Hajar Dewantara sendiri memiliki makna sebagai guru yang
mengajarkan kebaikan, keluhuran, keutamaan. Pendidik atau Sang Hajar
adalah seseorang yang memiliki kelebihan di bidang keagamaan dan
keimanan, sekaligus masalah-masalah sosial kemasyarakatan. Sudah saatnya
kembali kita melihat arti penting dari pendidikan, pendidikan yang
mencerdaskan kehidupan bangsa, pendidikan yang bermoral, pendidikan yang
berkarakter, pendidikan yang mengedepankan etika dan akhlak. Pendidikan
yang memanusiakan manusia. Selamat Hari Pendidikan Nasional. (Penulis
Fungsional Umum Pada Seksi Pendidikan Islam, KanKemenag Singkawang)